Perlawanan kecil terhadap Global Warming

25.2.09 / oleh AUFA FAMILY /

Apa jadinya nasib umat manusia, bila perubahan iklim global terus semakin menunjukkan dirinya dan membuat dunia semakin terancam? Di belahan bumi manapun kita menghadapi cuaca yang ekstrem, suhu yang meningkat di kutub sehingga es mencair, hujan yang tidak sesuai lagi dengan kalender musim, sehingga banjir terjadi dimana-mana, dan pada saat yang sama, suhu udara meningkat ekstrim di Australia sehingga kebakaran hebat terjadi, serta badai tropis yang semakin sering terjadi. Ini adalah beberapa gejala riil dari fenomena terjadinya perubahan iklim. Fenomena ini juga terjadi di wilayah tropis, ini mengindikasikan bahwa perubahan iklim juga sedang terjadi di Indonesia yang terletak persis di katulistiwa (garis equator).

Para ahli dan peneliti telah menemukan bukti, bahwa pemanasan global telah mencairkan es di Antartika (kutub selatan) lebih cepat dari perkiraan semula. Diperkirakan lebih dari 13.000 kilometer persegi laut es di Semenanjung Antartika telah hilang dalam waktu 50 tahun terakhir ini. Jika ini berlangsung terus, maka dunia terancam dilanda banjir, yang bisa menggelamkan daratan-daratan rendah dan luas daratan akan semakin mengecil. Indonesia yang memiliki begitu banyak pulau-pulau kecil dan sebgaian besar wilayahnya adalah daratan yang langsung berbatasan denga laut adalah yang paling kritis, kita terancam akan kehilangan pulau-pulau kecil yg indah dan cantik. Padahal pulau-pulau kita yang meskipun sebagian besar ukurannya kecil, tapi jumlahnya luar biasa, 17.506 buah. Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) memperkirakan jika kondisi iklim global masih seperti saat ini maka pada 2030 sebanyak 2.000 dari sekitar 17.506 pulau saat ini akan tenggelam. Berapa nilainya ekonomi yang akan hilang? Jangan ditanya….tanya kepada ahli ekonomi sumberdaya…

Kerusakannya bukan saja karena tenggelam nya pulau,tapi juga karena suhu naik, dan air laut suhunya meningkat maka dapat ekosistem laut dan pesisir dapat rusak, diantaranya menyebabkan coral bleaching yaitu, terumbu karang yang memutih danmati akibat tidak tahan terhadap kenaikan suhu air laut.
Perubahan iklim juga telah membuat susah orangyang sudah susah. Lihatlah di Jakarta, dua tahun belakangan ini, kita (terutama yang tinggal di pesisir Jakarta bagian utara) selalu menghadapi fenomen banjir rob yang lebih intensif dari biasanya, malah menurut saya sudah berubah dari fenomena alamiah menjadi bencana. Fenomena air pasang akibat gaya tarik bulan ini sebenarnya fenomena alamiah, tapi kalo ketinggian air dan disertai gelombang tentu ini sebuah bencana , dan apesnya ini terjadi setiap bulan bukan…Pun demikian yang dihadapi masyarakat dipulau-pulau kecil, karena ketinggian air yang diatas normal, rumah-rumah mereka yang rendah terendam air laut, padahal, berbeda dengan di daratan, di pulau kecil, sulit untuk melakukan tindakan emergency (mitigasi) untuk menyelematkan diri bila terjadi bencana.

Menurut para ahli, faktor utama penyebab perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global warming) adalah semakin meningkatnya volume GRK (Gas Rumah Kaca) di Atmosfir. Salah satu GRK yg tak terkendali adalah CO2, yg dominan dilepaskan dari sektor energi melalui pembakaran energi fosil (BBM) melalui kenderaan (mobil, kapal, pesawat, spd motor, genset, termasuk kapal nelayan..serta pembangkit listrik) dan segala aktivitas yg menggunakan BBM.

Untuk mengurangi dampak perubahan iklim ini, sangat banyak pendonor baik perorangan atau badan dunia yang menyediakan dana untuk mencegah terjadinya ancama ini. Misalnya Sir Richard Branson dan Al Gore menyediakan dana hadiah 250 juta USD (Ratusan Miliar rupiah) bagi siapa saja yang menemukan alat alat perangkap CO2 minimal 1 ton CO2 per tahun. Dan yang menjadi mekanisme multilateral dari hasil KTT Bumi di Bali adalah pendanaan pengurangan gas emisi dengan cara menghentikan penebangan hutan dan degradasi lingkungan dengan sekema REDD (REDUCTION EMISSION FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION).

REDD adalah suatu proposal yang menawarkan kewajiban membayar bagi negara-negara utara (maju) kepada negara-negara selatan (berkembang dan tertinggal) guna mengurangi penggundulan hutannya, dibawah sistem global perdagangan karbon, menjual karbon yang tersimpan dihutan mereka kepada negara-negara utara sehingga industri-industri di utara dapat melakukan pencemaran seperti biasa. Skema REDD ini sangat menyilaukan mata, karena dijanjikan kompensasi dana hingga US$3,75 miliar (Rp33,75 triliun) pertahun dari negara-negara maju dan diharapkan mampu menyelesaikan masalah kerusakan hutan.
Bagaimana dengan ekosistem laut? Banyak pihak yang tidak menyadari bahwa ekosistem laut (terumbu karang dan lamun) memiliki kemampuan yang sangat besar menyerap gas buangan (terutama CO2) sehinga mereduksi zat-zat yang menyebabkan efek rumahkaca tersebut. Kemampuan menyerap gas karbon di udara mencapai 246 juta ton per tahun. Makanya sekarang sedang digalakan rehabilitasi terumbu karang dengan berbagai cara diantaranya, tranplantasi terumbu karang. Tapi soal merehabilitasi terumbu karang ini ternyata bukan hanya merehabilitasi terumbu karangnya, tetapi juga sumber-sumber penyebab kerusakan terumbu karangnya, misalnya sampah yang masuk ke laut dsb. Di tempat say beraktifitas, kebetulan program ini sedang kami lakukan di Kepulauan Seribu (kunjungi infonya di www.pksplipb.or.id)
Apa yg harus kita lakukan? Banyak sudah slogan yang dapat kita baca, di stiker, spanduk, baliho, banner, iklan dsb: ”Stop Global Warming”, ”Stop Illegal Logging” , “Tanam POHON sebanyak-banyaknya”, “Kurangi penggunaan energi Fossil”, tapi apakah selesai dengan slogan? Tentu TIDAK. Kalo saya boleh saran, jangan suarakan slogan-slogan tadi kepada orang lain kalau kita belum melakukan hal-hal yang mengarah kesana, jangan anggap ini harus pekerjaan besar dan sulit!!! Tidak mulai dari hal yang paling sederhana dan paling deket dengan kita.
Simak dan cobalah, saya jamin bukan pekerjaan sulit , tapi musuh kita adalah kita malas :
1. kalo di rumah, buatlah minimal 2 jenis tempat sampah, tidak harus dari tong yang mahal kok bias apa saja yang penting menampung, bisa juga dari kardus bekas. Lalu sampah yang ada, pisahkan tempat buangnya : yang berbahan basah dan organis (daun, sisa sayur, makanan) masukan ke tong khusus organis, dan anorganik (kertas, plastik dan kaca) kumpulkan di tempat satu lainnya, jika anda mau lagi, yang jenis organik jadikan kompos, tapi jika tidakpun, anda telah membantu tukang sampah dan pemulung memilahnya…membantu mempersingkat kerja pemulung.
2. Kalau kita di jalan dan membawa plastik, kertas, atau apapun dan tidak lagi kita gunakan, jangan buang tapi masukan ke kantong atau tas, sesampai di tempat masukan ke tempat sampah yang terpilah. (Organik =basah), anorganik = kering atau jika ada, yang ini dipisahkan lagi kertas dan kaca dan plastic)…tindakan ini akan member pengaruh besar kepada pembersih jalan karena akan mengurangi beban volume memungut sampahnya, dan kalo di laut, akan mengindari matinya terumbu karang dan ikan-ikan.
3. Waktu mandi cobalah airnya ditampung, dan sisanya gunakan untuk menyiram tanaman, tindakan ini akan mengurangi penggunaan air bersih untuk yg tidakperlu, dan bagi pengolah air limbah, juga mengurangi volume yang harus diolah..hemat bahan bakar.
4. Coba tambahkan sendiri tindakan kecil yang besar pengaruhnya terhadap pemanasan global.
Mohon maaf, saya sendiri belum bisa melakukan semua tindakan kecil di atas, tapi paling tidak sudah mulai beberapa, salah satunya adalah membagi 2 penampungan sampah, di rumah kami semua air dikembalikan menjadi air tanah, karena kami memiliki 2 sumur resapan, dan juga sisa makanan (bahan organik) dimasukan ke dalam lubang biopori. Karena itu kami hanya bisa mengajak... mulailah sekarang dari hal-hal yang paling kecil yang bisa kita lakukan.
Wallah A’lam bi Ashawab

kategori :

1 komentar:

Anonim on Sabtu, 07 Maret 2009 pukul 06.08.00 PST

Iya ya mas...ternyata tanpa hal2 kecil, yang ti menjadi tidak bera

Posting Komentar