Journey to 'kie raha" country

18.2.09 / oleh AUFA FAMILY /

Awal bulan, saya menjalani perjalanan tugas ke sebuah kepulauan indah nan cantik,di negeri "KIE RAHA", sebutan untuk wilayah ini, yang berati negeri yang ditopang empat gunung dan empat kerajaan (Islam), yaitu Kepulauan Maluku Utara, tepatnya ke Kabupaten Halmahera Utara. Kabupaten ini adalah salahsatu Kabupaten di Malut, yang sangat terkenal saat terjadi kerusuhan berbau SARA pada tahun 2001, karena di ibukotanya, TOBELO, akibat kerusuhan ini, banyak jatuh korban jiwa baik dari pihak Islam ataupun Kristen, termasuk kota luluh lantak menjadi zero civilization, karena seluruh fasilitas peradaban hancur (saling menghancurkan atas nama agama).

Perjalanan dari Jakarta bisa ditempuh dengan pesawat atau kepal laut. Saya kebetulan menggunakan Batavia Air untuk mengantar saya sampai ke Bandara Sultan Baabulah Ternate, dengan lama perjalanan 3,5 jam non stop. Penerbangan ini saya pilih karena kalau dengan maskapai lain harus melalui Makassar atau Ambon (Merpati) atau transit di Manado (Lion Air), sehingga perlu waktu lebih 5 jam.

Untuk sampai di Pulau Halmahera kita masih harus menyeberang dengan kapal cepat (speedboat) ke Sofifi (ibukota Malut sekarang, masuk wilayah Kota Tidore Kepulauan) atau ke Sidangoli (Halmahera Barat) dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Menurut saya fasilitas angkutan laut di sini jauh lebih memadai di banding angkutan laut di Pulau Jawa, seperti kepulauan Seribu dan Karimunjawa misalnya yang tidak punya armada angkutan laut reguler yang sebagus disini.
Setelah mencapai Pulau Halmahera perjalanan masih harus dilanjutkan dengan taksi (kendaraan umum) yang bisa dicarter, atau bayar per orang. Tetapi ada fenomena 'menarik' di sini, yakni jenis mobil penumpang umumnya adalah jenis-jenis mobil yang kalau di Pulau Jawa adalah mobil untuk di rentalkan, seperti Innova, Avanza bahkan Yaris, bukan bus atau colt. Bahkan, kata Pak Rafik, sopir yang menjemput saya, di Halmahera Timur digunakan mobil doble gardan seperti Ford atau Landrover atau Landcruiser.
Perjalanan darat menuju ke arah Tobelo sungguh nyaman, bukan saja karena mobilnya, tetapi juga pemandangannya sangat cantik; paduan hamparan hutan, padang rumput, kampung-kampung kecil, dengan jalan yang kadang menanjak, turun, tetapi jalannya sungguh mulus. Meski tidak lebar, sopir berani berjalan dengan kecepatan cukup kencang, tetapi karena jumlah kendaraan tidak banyak, jadi aman-aman saja. Apalagi ketika kita berada di ketinggian, ke arah timur, kita dapat melihat birunya laut Teluk Kao.

Memasuki Kabupaten Halut, saya agak dibuat bingung, karena desa-desa yang ada, ternyata secara selang-seling berada di wilayah kecamatan dan kabupaten yang tidak sama meski bertetanggaan. Belakangan saya baru tahu, bahwa memang ada fenomena aneh disini, yaitu beberapa desa menjadi "enclave", atau suatu desa berada di tengah2 wilayah kabupaten lainya, seperti ada desa milik kabupaten Hal-Ut berada di tengah2 kabupaten Hal-Bar, atau sebaliknya. Selusur punya selusur, ternyata memang itu akibat konflik perebutan wilayah desa, akibat pemekaran wilayah kabupaten. Terakhir ada 6 desa di Hal-bar, yang ingin masuk menjadi bagian Hal-Ut, akibatnya ya itulah...bahkan ada warga yang terpaksa ditransmigrasikan, transmigrasi lokal, karena mau masuk salah satu kabupaten lain. Saya tidak tahu pasti mengapa itu bisa terjadi, kabarnya sih.... karena iming-iming mendapat dana bantuan desa dari program CSR sebuah perusahaan tambang.
Saya tidak mau membahas jauh apalagi terlibat konflik itu, karena sangat disayangkan untuk melewatkan keindahan alam ini dan menggantinya dengan fenomena paling primitif manusia itu. Semakin masuk ke bagian Hal-Ut, fenomena keindahan berubah dari keindahan pegunungan menjadi fenomena pesisir yang kental, desa pantai, teluk, laut biru, pantai putih akan silih berganti, namun di kiri, hutan yang lebat dan kesunyian masih sangat terasa. Ya... dibalik kesunyiannya, bumi Halmahera Utara banyak bercerita tentang betapa kaya kandungan alamnya yang luar biasa, hutan, lahan pertanian yang subur, logam mulia, emas dan tambang lain ada di baliknya (Sekarang sebuah perusahaan Australia, mendapat konsesi untuk mengeksplorasi emas di wilayah ini),namun kadang juga menyembunyikan cerita kelamnya (sisa kerusuhan, dimana sisa-sisa rumah atau gereja atau masjid yang terbakar seolah menjerit menyuarakan kepiluan dan penduduk lokal yang masih tertinggal.
Tapi lupakan kepiluan, nikmatilah keindahan saja, anda tak akan melupakan negeri ini, meski terus terang fasilitas untuk para pelancong sungguh minim. Tapi saya akan kembali ke sana lagi..tentu, karena kesibukan tugas, sayangnya, saya tidak sempat jalan-jalan yang sesungguhnya secara tuntas. Saya hanya menikmati keindahan perjalanan dari Sidangoli-Tobelo-Galela, pantai-pantai dan bekas kapal perang Jepang sisa perang dunia II, dan nikmatnya makanan lokal yang khas, mulai pisang goreng yang 'berbeda' sampai ikan goreng yang disajikan di atas restoran terapung di atas danau Galela.

Saya pasti akan ke sana lagi...suatu saat !!! Insya Allah

ayah addin dan non

kategori :

0 komentar:

Posting Komentar