One more how the Vulnerability of Small Island is our future.....but it was about good news for all of you
S
By Claudia Parsons
UNITED NATIONS, June 3 (Reuters) - Small Pacific islands vulnerable to rising sea levels won a symbolic victory at the United Nations on Wednesday with the passage of a resolution recognizing climate change as a possible threat to security.
The non-binding resolution, passed by consensus by the General Assembly, may help put climate change on the agenda of the more powerful U.N. Security Council, which deals with threats to international peace and security.
General Assembly resolutions are largely symbolic but can carry moral weight. Several representatives said this one was important as the first to explicitly link climate change to security -- a principle previously resisted by powerful Security Council members including Russia and China, who questioned whether the issue belonged in the Security Council.
"We are of the firm view that the adverse impacts of climate change have very real implications for international peace and security," Nauru Ambassador Marlene Moses told the General Assembly, speaking on behalf of the Pacific Small Island Developing States which introduced the resolution.
Moses said small islands were already experiencing the "dire and immediate impacts" of climate change, including the inundation of coastal areas, the submergence of islands, loss of freshwater supplies, flooding, drought, damaged crops and increased disease.
The resolution said the 192-member General Assembly was "deeply concerned that the adverse impacts of climate change, including sea-level rise, could have possible security implications."
It invited all relevant U.N. bodies to intensify efforts to address climate change and asked Secretary General Ban Ki-moon to submit a report on possible security implications.
Agreed after months of bargaining, the resolution was passed as climate change negotiators from 181 governments meet in Bonn, Germany for talks on a new U.N. climate treaty due to be agreed in Copenhagen in December.
Governments face six months of tough negotiations on a draft text they have accepted as a starting point for talks on a treaty to curb the use of fossil fuels and widen the fight against climate change beyond the existing Kyoto Protocol. (Edited by Alan Elsner)
03 Jun 2009 17:14:26 GMT
Source: Reuters(Corrects to include dropped word possible in sixth paragraph)
Dua peristiwa untuk penyelamatan bumi, terjadi pada bulan Maret ini. Pertama adalah, hari hening sedunia (world silent day), tanggal 21 Maret 2009, dengan tema To Reduce Energy Use and Green House Gas. Yang kedua adalah peristiwa hari sabtu tanggal 28 Maret 2009 Earth Hour. Acara-acara ini dilatar belakangi oleh hal yang sama yaitu bahwa dampak dari perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi karbon menunjukkan ancaman besar pada kehidupan manusia di bumi. Hanya dengan mengubah sikap masyarakat dunia secara global dalam penggunaan sumber energi yang menghasilkan emisi karbon, kita dapat mengurangi ancaman ini.
Peristiwa Tanggal 21 maret 2001 yaitu world silent day/hari Hening Sedunia, bertujuan "To Reduce Energy Use and Green House Gas" yaitu untuk membantu bumi untuk sekedar beristirahat dari gempuran emisi zat beracun. Pelaksanaanya berlangsung 4 jam, mulai jam 10 pagi sampai jam 2 siang, dengan mematikan listrik, mematikan kendaraan bermotor, mesin atau kegiatan yang punya potensi membuang gas emisi. Tema hari hening sedunia adalah "BERI SATU HARI UNTUK BUMI BERNAFAS".
Dalam website www.worldsilentday.org, dihimbau untuk mengikuti acara ini dengan empat langkah sederhana:
1. Sabtu 21 Maret 2009
2. Hanya Empat jam: Pukul 10 pagi hingga 2 siang
3. Matikan peralatan listrik, kurangi penggunaan kendaraan bermotor dan aktivitas boros sumberdaya lain, tanam pohon, bina hubungan dengan keluarga, rekan kerja, tetangga
4. Tuliskan pengalaman hening anda ke mysilent@worldsilentday.org.
Kampanye hening empat jam adalah langkah awal menuju HARI HENING DUNIA , yang diinspirasikan dari Bali. Tanggal 21 Maret adalah ekuinoks utara dan hari Kehutanan Dunia, dirangkai dengan 22 Maret yang merupakan Hari Air. Semuanya adalah simbol kehidupan. Selain hari itu, kita sebenarnya juga bisa memilih hari, jam dan cara hening yang lain. Yang penting adalah berpartisipasi dalam upaya menyelamatkan bumi.
Peristiwa kedua, 28 maret 2009, sebenarnya tidak berbeda jauh, yaitu bagian kampanye "save the earth" dengan cara 'hanya' mematikan lampu antara jam 20.30-21.30 waktu setempat, hanya 1 jam, lebih simple dari kegiatan yang pertama.
Earth Hour merupakan kampanye perubahan iklim global WWF. Acara ini mengajak individu, pelaku bisnis, pemerintah agar mematikan lampu selama 1 jam dalam rangka menunjukkan dukungan terhadap penanggulangan perubahan iklim. Untuk Earth Hour tahun ini sih katanya menargetkan dapat diikuti 1 milyar orang di 1000 kota. Tercapaikah?
Earth Hour merupakan sebuah seruan global dari berbagai pihak baik individu, pelaku bisnis, politisi maupun pemerintah di seluruh dunia bahwa upaya untuk menekan laju perubahan iklim merupakan tanggung jawab bersama. Tujuan dari Earth Hour 2009 adalah menjangkau sebanyak mungkin individu, rumah tangga dan pelaku bisnis untuk mematikan lampu mereka serta peralatan elektronik selama 1 jam.
Dari blognya go green indonesia, diperoleh informasi bahwa Earth Hour bertujuan untuk mendidik masyarakat dunia tentang ancaman perubahan iklim dan begitu mudahnya bagi individu dan pelaku bisnis untuk melakukan perubahan kecil yang dapat menciptakan perubahan besar dalam keseharian mereka dan operasi perusahaan. Earth Hour 2009, diharapkan dapat memberikan mandat kepada pemimpin dunia yang akan menghadiri Konferensi Perubahan Iklim PBB di Kopenhagen, Desember 2009 untuk melakukan reformasi lingkungan, yakni dengan menghasilkan kesepakatan baru tentang perubahan iklim menggantikan Protokol Kyoto.
Kalo kita telisik asal mulanya, Kampanye Earth Hour ini dimulai di Sydney pada 31 Maret 2007 dimana lebih dari 2 juta orang dan 2000 pelaku bisnis di seluruh kota mematikan lampu dan peralatan elektronik mereka selama 1 jam. Sejak dimulainya kampanye ini, pesan Earth Hour telah mendunia.
Pada tahun 2008, 50 juta orang di 35 negara mematikan lampu mereka sebagai dukungan terhadap Earth Hour yang menyampaikan pesan ke seluruh dunia bahwa aksi individu yang dilakukan secara bersama sesungguhnya dapat mengubah dunia.
Namun, apakah semua itu berjalan efektif...dari pengamatan saya, efektif untuk kalangan tertentu, tapi kurang di massifkan sehingga tidak terlalu mengena. Kampanye ini lebih banyak dilewatkan di media-media yang hanya bisa dijangkau kalangan terbatas (baca : terpelajar) seperti internet dan koran. Sedangkan untuk kalangan awam, kurang tersosialisasi, terbukti, ketika hari H berlangsung, saya coba mengamati perilaku orang-orang, hampir tidak terlihat. saat pelaksanaan World silent day, di jalan,, volume kendaraan tidak berkurang, pabrik tetap jalan. Saat Di kompleks saya tinggal, bisa dibilang hanya keluarga kami yang melakukan, bahkan di benak tetangga kami, kami dianggap aneh karena "gelap-gelapan".
Apa jadinya nasib umat manusia, bila perubahan iklim global terus semakin menunjukkan dirinya dan membuat dunia semakin terancam? Di belahan bumi manapun kita menghadapi cuaca yang ekstrem, suhu yang meningkat di kutub sehingga es mencair, hujan yang tidak sesuai lagi dengan kalender musim, sehingga banjir terjadi dimana-mana, dan pada saat yang sama, suhu udara meningkat ekstrim di Australia sehingga kebakaran hebat terjadi, serta badai tropis yang semakin sering terjadi. Ini adalah beberapa gejala riil dari fenomena terjadinya perubahan iklim. Fenomena ini juga terjadi di wilayah tropis, ini mengindikasikan bahwa perubahan iklim juga sedang terjadi di Indonesia yang terletak persis di katulistiwa (garis equator).
Para ahli dan peneliti telah menemukan bukti, bahwa pemanasan global telah mencairkan es di Antartika (kutub selatan) lebih cepat dari perkiraan semula. Diperkirakan lebih dari 13.000 kilometer persegi laut es di Semenanjung Antartika telah hilang dalam waktu 50 tahun terakhir ini. Jika ini berlangsung terus, maka dunia terancam dilanda banjir, yang bisa menggelamkan daratan-daratan rendah dan luas daratan akan semakin mengecil. Indonesia yang memiliki begitu banyak pulau-pulau kecil dan sebgaian besar wilayahnya adalah daratan yang langsung berbatasan denga laut adalah yang paling kritis, kita terancam akan kehilangan pulau-pulau kecil yg indah dan cantik. Padahal pulau-pulau kita yang meskipun sebagian besar ukurannya kecil, tapi jumlahnya luar biasa, 17.506 buah. Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) memperkirakan jika kondisi iklim global masih seperti saat ini maka pada 2030 sebanyak 2.000 dari sekitar 17.506 pulau saat ini akan tenggelam. Berapa nilainya ekonomi yang akan hilang? Jangan ditanya….tanya kepada ahli ekonomi sumberdaya…
Perubahan iklim juga telah membuat susah orangyang sudah susah. Lihatlah di Jakarta, dua tahun belakangan ini, kita (terutama yang tinggal di pesisir Jakarta bagian utara) selalu menghadapi fenomen banjir rob yang lebih intensif dari biasanya, malah menurut saya sudah berubah dari fenomena alamiah menjadi bencana. Fenomena air pasang akibat gaya tarik bulan ini sebenarnya fenomena alamiah, tapi kalo ketinggian air dan disertai gelombang tentu ini sebuah bencana , dan apesnya ini terjadi setiap bulan bukan…Pun demikian yang dihadapi masyarakat dipulau-pulau kecil, karena ketinggian air yang diatas normal, rumah-rumah mereka yang rendah terendam air laut, padahal, berbeda dengan di daratan, di pulau kecil, sulit untuk melakukan tindakan emergency (mitigasi) untuk menyelematkan diri bila terjadi bencana.
Menurut para ahli, faktor utama penyebab perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global warming) adalah semakin meningkatnya volume GRK (Gas Rumah Kaca) di Atmosfir. Salah satu GRK yg tak terkendali adalah CO2, yg dominan dilepaskan dari sektor energi melalui pembakaran energi fosil (BBM) melalui kenderaan (mobil, kapal, pesawat, spd motor, genset, termasuk kapal nelayan..serta pembangkit listrik) dan segala aktivitas yg menggunakan BBM.
Untuk mengurangi dampak perubahan iklim ini, sangat banyak pendonor baik perorangan atau badan dunia yang menyediakan dana untuk mencegah terjadinya ancama ini. Misalnya Sir Richard Branson dan Al Gore menyediakan dana hadiah 250 juta USD (Ratusan Miliar rupiah) bagi siapa saja yang menemukan alat alat perangkap CO2 minimal 1 ton CO2 per tahun. Dan yang menjadi mekanisme multilateral dari hasil KTT Bumi di Bali adalah pendanaan pengurangan gas emisi dengan cara menghentikan penebangan hutan dan degradasi lingkungan dengan sekema REDD (REDUCTION EMISSION FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION).
Bagaimana dengan ekosistem laut? Banyak pihak yang tidak menyadari bahwa ekosistem laut (terumbu karang dan lamun) memiliki kemampuan yang sangat besar menyerap gas buangan (terutama CO2) sehinga mereduksi zat-zat yang menyebabkan efek rumahkaca tersebut. Kemampuan menyerap gas karbon di udara mencapai 246 juta ton per tahun. Makanya sekarang sedang digalakan rehabilitasi terumbu karang dengan berbagai cara diantaranya, tranplantasi terumbu karang. Tapi soal merehabilitasi terumbu karang ini ternyata bukan hanya merehabilitasi terumbu karangnya, tetapi juga sumber-sumber penyebab kerusakan terumbu karangnya, misalnya sampah yang masuk ke laut dsb. Di tempat say beraktifitas, kebetulan program ini sedang kami lakukan di Kepulauan Seribu (kunjungi infonya di www.pksplipb.or.id)
Apa yg harus kita lakukan? Banyak sudah slogan yang dapat kita baca, di stiker, spanduk, baliho, banner, iklan dsb: ”Stop Global Warming”, ”Stop Illegal Logging” , “Tanam POHON sebanyak-banyaknya”, “Kurangi penggunaan energi Fossil”, tapi apakah selesai dengan slogan? Tentu TIDAK. Kalo saya boleh saran, jangan suarakan slogan-slogan tadi kepada orang lain kalau kita belum melakukan hal-hal yang mengarah kesana, jangan anggap ini harus pekerjaan besar dan sulit!!! Tidak mulai dari hal yang paling sederhana dan paling deket dengan kita.
Simak dan cobalah, saya jamin bukan pekerjaan sulit , tapi musuh kita adalah kita malas :
1. kalo di rumah, buatlah minimal 2 jenis tempat sampah, tidak harus dari tong yang mahal kok bias apa saja yang penting menampung, bisa juga dari kardus bekas. Lalu sampah yang ada, pisahkan tempat buangnya : yang berbahan basah dan organis (daun, sisa sayur, makanan) masukan ke tong khusus organis, dan anorganik (kertas, plastik dan kaca) kumpulkan di tempat satu lainnya, jika anda mau lagi, yang jenis organik jadikan kompos, tapi jika tidakpun, anda telah membantu tukang sampah dan pemulung memilahnya…membantu mempersingkat kerja pemulung.
2. Kalau kita di jalan dan membawa plastik, kertas, atau apapun dan tidak lagi kita gunakan, jangan buang tapi masukan ke kantong atau tas, sesampai di tempat masukan ke tempat sampah yang terpilah. (Organik =basah), anorganik = kering atau jika ada, yang ini dipisahkan lagi kertas dan kaca dan plastic)…tindakan ini akan member pengaruh besar kepada pembersih jalan karena akan mengurangi beban volume memungut sampahnya, dan kalo di laut, akan mengindari matinya terumbu karang dan ikan-ikan.
3. Waktu mandi cobalah airnya ditampung, dan sisanya gunakan untuk menyiram tanaman, tindakan ini akan mengurangi penggunaan air bersih untuk yg tidakperlu, dan bagi pengolah air limbah, juga mengurangi volume yang harus diolah..hemat bahan bakar.
4. Coba tambahkan sendiri tindakan kecil yang besar pengaruhnya terhadap pemanasan global.
Mohon maaf, saya sendiri belum bisa melakukan semua tindakan kecil di atas, tapi paling tidak sudah mulai beberapa, salah satunya adalah membagi 2 penampungan sampah, di rumah kami semua air dikembalikan menjadi air tanah, karena kami memiliki 2 sumur resapan, dan juga sisa makanan (bahan organik) dimasukan ke dalam lubang biopori. Karena itu kami hanya bisa mengajak... mulailah sekarang dari hal-hal yang paling kecil yang bisa kita lakukan.
Wallah A’lam bi Ashawab kategori : lingkungan
Mulai Tanggal 11 Juli 2008 ini, PLN akan memulai menggilir pemadaman listrik. Bagi kita yang sudah sangat tergantung kepada listrik, tentu ini adalah kabar terburuk bagi kita warga yang terkena pemadaman bergilir ini, karena kita sudah membiasakan dan menggantungkan semua alat pendukung hidup dan kehidupan dengan listrik, mulai bangun tidur, sampai mau tidur lagi semua membutuhkan konsumsi listrik. Bagaimana jika berhari-hari listrik terganggu?, rasanya 3 jam saja listrik mati, kita sudah kelabakan. Yang muncul banyak protes tentu saja adalah dunia industri, karena ini berarti dampak ekonominya jelas....produktifitas menurun.
Tapi dari rasa keadilan, rasanya ini adalah kebijakan yang paling adil betul-betul adil, semuanya merasakan dampaknya, mau yang kaya-miskin semua mati, meskipun tentu saja, orang-orang yang memiliki duit sudah siap dengan alternatifnya, genset misalnya. Bahkan di TV diberitakabn pemadaman listrik bergilir ini bagi pedagang mesin diesel dan genset, ini berkah tersendiri, karena nilai penjualannya naik.
Apa yang perlu kita kritisi? Saya kira alamat yang paling terang untuk kita gugat adalah dari penanggung-jawab pembangunan di bidang energi, siapa lagi kalau bukan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), karena ujung dan pangkalnya di situ. PLN terganggu karena pasokan bahan bakar terganggu,pasokan terganggu karena kebijakan penyediaan BBM kacau, dan operasionalaisasinya oleh PERTAMINA sarat dengan ketidak beresan, apalagi terkait dengan kontrak karya pengeboran minyak, dan diduga para pejabat 'main mata' mengenai kontrak karya dengan perusahaan asing.
Kalau pengamat yang 'super kritis' menyatakan, apa saja kerjanya Pak Purnomo Yusgiantoro, selama menjadi menteri ESDM, soal ini mutlak kesalahan dia, karena dia menjadi raja di ESDM bukan kabinet saat ini saja, 3 kabinet adalah waktu yang seharusnya dia bisa merumuskan kebijakan dan sekaligus menuai hasil kebijakannya jika serius bekerja. Sementara pengamat yang 'kritis' saja, menyatakan, yang salah adalah bahwa kita tidak atau belum memiliki "grand strategi pembangunan energi nasional", sehingga soal energi masih karut marut menanganinya, tidak fokus dan dianggap soal kecil. Atau jangan-jangan ini disengaja , sebagaimana anekdot yang banyak dialamatkan kepada lembaga pemerintah, disengaja supaya terus ada proyek, kan kalosoal energi beres tidak ada lagi sumber korupsi mereka.
Ketika belajar di Jerman, saya pernah belajar mengenai kebijakan energi Jerman dan Eropa dan sekaligus field trip ke pembangkit energi alternatif. Kuncinya adalah semua alternatif sumber energi dikembangkan sesuai dengan keunggulan yang tersedia. Di daerah pertanian dan peternakan misalnya, mereka mengembangkan bio energi dari kotoran ternak dan sisa hasil pertanian, di daerah pesisir Pemerintah Jerman mengembangkan Wind Energi, dengan membangun kincir-kincir raksasa di North sea, bukan dalam skala kecil tapi besar-besaran. Tentu saja memang biayanya juga mahal. Sehingga meskipun di Eropa juga sedang mengalami krisis energi listrik, tapi pasokan dari Jerman adalah yang terbesar dibanding dengan Perancis, Belanda, Italia dan negara lainnya. Sementara kalo dibandingkan dengan kita, kita memiliki semua sumber energi itu (angin, gelombang, bioenergi, matahari, air dll), cuma bedanya lagi, kalokita cukup merasa bangga dengan kekayaan row material energinya, orang lain akan bicara kalo sudah terbukti jadi energi.
Masalah dana memang menjadi faktor kunci di Indonesia, tetapi kalo kita telah menetapkan grand strategi tertentu, harusnya poemerintah mendorong itu dengan sekuat tenaga, kalo perlu hutang, kenapa hutang-hutang kita selama ini hanya untuk soft project seperti perbankan dan konservasi, dll yang cost center. Sementara yang jelas-jelas kebutuhan rakyat mendasar, pemerintah tidak berani mengutang (langsung), padahal jelas tidak ada satupun yang menyanggah bahwa listrik (dan air) adalah urusan hajat hidup orang banyak, yang menurut UUD 1945 adalah kewajiban dan urusan pemerintah, bukan diserahkan ke pasar.
Kalo saya, kebetulan waktu kecil, pernah merasakan hidup dalam suasana yang minimal tergntung dari penyediaan sumber energi dari luar, dalam arti, listrik belum masuk ke desa kami, apalagi PDAM, sehingga kami menerangi malam dengan lampu minyak tanah atau minyak kelapa, memasak dengan kayu bakar, sedang air melimpah karena sumber air masih banyak dan bersih. Dalam kondisi sekarang meskiterganggu karena hampir semua pendukung kehidupan tergantung pada aliran listrik, jadi merasakan betapa dulu, meski dalam keterbatasan, tidak merasa terganggu karena memang semuanya menggunakan sumberdaya lokal. Inilah menurut saya kata kuncinya, kembangkan sumberdaya lokal yang melimpah di setiap daerah sebagai sumber energi, cuma jangan hanya slogan, tapi wujudkan dalam bentuk kebijakan resmi yang memiliki langkah operasional. Dan satu lagi...priority pada energy terbarukan, renewable energy.
Duh gusti....sampai kapan kita bisa menyelesaikan soal ini?...tunggu saja dengan tidak lupa berdoa...wallahu'alam bishawab