Premanisme di jalan

7.3.09 / oleh AUFA FAMILY /

Kepolisian Republik Indonesia, meluncurkan program anti premanisme, dan setiap polda, polwil, polres/ta menggalakkan kegiatan serupa. Berita suksespun beredar, sekian ribu preman ditangkap. Asumsinya para preman di jalanan dan tempat lain hilang dan keamanan dan kenyamanan wargapun tercipta. Tapi berita kejahatan dan ketidaknyamanan di jalan tetap setiap hari tersiar pula di TV, koran dan internet. Apanya yang keliru? apakah premannya begitu banyak sehingga tidak semua preman terjaring, atau dilepaskan kembali sehingga kembali beraksi atau apa? Saya meyakini, jika kriteria PREMAN itu pas, pasti kejahatan premanisme akan hilang. Polisi menggunakan definisi dan kriteria preman seperti apa? apakah segala bentuk kegiatan yang tidak berijin dan menyebabkan kenyamanan orang lain terganggu masuk wilayah premanisme? ataukah hanya tukang pukul, parkir gelap, angkut barang dipasar saja yang disebut preman? Setelah berlangsung sekian lama, kenapa kok tidak ada indikasi bahwa kejahatan menurun, atau ini hanya 'proyek' polisi saja? 

Menurut saya ada kelemahan dalam menentukan kriteria. Murngkin 'pak polisi' hanya berpatokan pada asumsi awam, bahwa yang disebut preman itu preman pasar, tukang pukul, parkir liar, yang duduk2 di terminal, stasiun dsb,dan ini terbukti lingkup operasinya biasanya pasar dan terminal. Saya pribadi menemukan beberapa fenomena yang juga adalah tindakan premanisme :

- Segala jenis percaloan. Calo adalah pekerjaan paling malas, karena hanya menjadi perantara tetapi mendapat bagian ekonomi dari suatu transaksi, dan tindakan paling jahat dari calo ini adalah calo proyek di pemerintahan dan legislatif. Calo tiket, calo karcis konser, dan calo2 lainnya. Tapi operasi mereka sering diam2 kan? jadi butuh kerja intelejen untuk pak polisi.

- Apakah calo angkot  juga termasuk? Ini premanisme yang nyata di depan mata. Kerugian dari praktek ini jelas, karena rata2 para calo menarik uang satu kali ongkos penumpang kepada sopir angkot? berapa inefisiensi yang terjadi pada sektor angkutan dengan adanya calo ini? sangat besar dan korbanya adalah sopir2 yang harus kehilangan kesempatan pendapatan cukup, karena harus diberikan kepada calo angkota tadi, kadang malah harus berkorban karena harus nomboki setoran yang kurang. Padahal 'jasa' calo tadi buat para penumpang dan supir hampir tidak ada sama sekali, karena rata2 di angkot sudah tertulis dengan jelas jalur dan jurusan yang dilewati angkot itu.

- Orang-orang di jalan yang seolah-olah mengatur lalu lintas atau memperbaiki jalan yang rusak, padahal sebenarnya malah semakin merusakkan jalan karena menguruk dengan tanah sehingga malah bisa bikin celaka pemakai jalan. Atas 'jasa'nya ini lalu menyodorkan kotak agar pengendara memberi uang....kerugian dari tindakan ini adalah : inefisiensi ekonomi, kerugian (semakin) cepatnya kerusakan, kerugian bukanya makin lancar malah semakin tersendat karena dngatuiikuti tindakan melambankan laju kendaraan agar bisa menyodorkan kotak uang.

- Yang terakhir ini, mohon maaf.....tujuanya mulia, tapi caranya sungguh membuat orang malas dan sekaligus menggangu kepentingan orang banyak, yaitu yang kita lihat sebagai peminta sumbangan untuk pembangunan masjid. Indikasi jelas menunjukkan cara ini tidak pas : pertama, petugas yang menjadi tukang sodor ke mobil akan mendapat bagian (persen) dari uang yang dikumpukan, sehingga motifnya bukan ibadah, tetapi ekonomi. Kedua, untuk keperluan ini harus mendirikan penghalang, entah polisi tidur, petugas atau drum2 ditengah jalan, sehingga mengurangi kelancaran jalan. Ketiga,  hampir semua kegiatan seperti itu, ada pengeras suara yang juga sering menganggu suaranya, kadang malah disertai lagu2 yang cukup keras.

Apakah tindakan seperti di atas masuk kriteria yang disusun pak polisi untuk menentukan siapakah yang masuk kategori preman? semuanya kembali kepada para nurani pak polisi. Wallahu a'lam bishawab

kategori :

0 komentar:

Posting Komentar