Nikmatnya Puasa di Manado

15.9.08 / oleh AUFA FAMILY /



Seminggu setelah ramadhan, kebetulan saya ditugaskan kantor untuk ke Manado, sebuah kota di ujung utara Indonesia. Sebetulnya ini kunjungan kedua saya di kota ini, dan kebetulan saya selalu datang di bulan ramadhan.
Saya mau cerita, bukan karena godaan-godaan kota Manado di bulan puasa ini seperti (maaf) gadis-gadis Kawanuan-nya yang memang sudah terkenal itu, tetapi justru betapa di kota yang mayoritas adalah pemeluk Kristen ini, betapa menjadi muslim di sini, begitu mudah dan berharga. Bayangkan, begitu turun dari pesawat, ketika pertama ngobrol dengan sopir mobil carteran menuju hotel, sopirnya bertanya, apakah Bapak Puasa?, sambil minta maaf, begitu dia tahu saya puasa, dia dengan antusias cerita bahwa hotel-hotel selalu menyediakan menu sahur untuk tamunya, sebagai pengganti breakfast-nya. Diapun bercerita tentang masjid-masjid di Manado, kalo ingin tarawih. Suasana kotanya juga sangat ramah dengan bulan yang hanya menjadi milik minoritas penduduknya, dimana ucapan "marhaban Ramadhan dan selamat menjalankan ibadah puasa, ada dimana-mana, dan hampir setiap kantor, partai politik, tokoh politik, sampai caleg, membuat spanduk ucapan ini, sehingga secara psikologis, saya merasa diterima sebagai muslim yang sedang menjalani ibadah puasa...subahannallah.

Ketika memasuki hotel di sebuah kawasan Boulevard, yang berdiri di pinggir pantai menghadap laut sulawesi dan Taman Nasional Laut Bunaken, di kejauhan nampak terlihat betapa gagahnya Gunung dan Pulau Manado Tua, yang konon pertama orang Manado berasal, suasana ramadhan juga langsung nampak, dimana ada brosur dan pamflet, juga menawarkan paket ramadhan, sahur, buka dan spesial kamar harga diskon, menyambut ramadhan ini. Inilah ramadhan saya yang meski di negeri minoritas muslim, tapi muslim berada di tempat terhormat. Memang toleransi agama di Manado, bisa menjadi contoh bagi daerah lain. Dari sopir yang mengantarkan saya, juga saya dengar cerita bahwa jika ummat muslim merayakan hari raya, di masjid, maka warga kristen juga ikut merayakan dengan mengunjungi keluarga muslim dan membantu menyiapkan perayaan, termasuk yang menjaga parkir dan keamanan, demikian sebaliknya jika ada perayaan natal danpaskah pemuda muslim ikut merayakand an membantu.

Saya rasa, inilah kunci, kenapa, ketika di daerah-daerah lain yang muslim menjadi minoritas, sering terjadi konflik agama, di sini hampir tidak pernah terjadi (konflik itu). Ketika Gorontalo memisahkan diri menjadi provinsi, alasan agama menjadi alasan terakhir, selain karena pembagian kue pembangunan dan rentang kendali pembangunan yang jauh.
Saya rasa..ini adalah pengalaman bathin yang sangat berharga buat dari manado, selain bubur manadonya yang dikenal dengan nama Tinutuan, yang memang sangat enak.

kategori :

0 komentar:

Posting Komentar