Arti Kebahagiaan Keluarga

11.7.08 / oleh AUFA FAMILY /


Semalam sampai hari ini, saya lagi payah, badan 'nggreges' tidak enak sekali, tapi untungnya bangun pagi badan sudah lumayan enak dan kembali segar, setelah semalam saya bom pake obat antibiotik dan anti masuk angin, sehingga pagi-pagi bangun terus sudah bisa bikin sendiri jahe hangat dan nasi goreng, untukku sendiri dan temanku, Indra, teman sekantor yang masih bujang kusuruh temani nginap di rumah.
Rasanya hari ini, saya agak 'melo' karena ternyata tanpa anak dan istri rumah jadi terasa sangat sepi, rumah 'sebesar' ini, di rumah sendiri, kok rasanya beda sekali kalo ada anak-anak dan istri, meski ada teman yang temanin nginep di rumah.
Pagi ini, jam 9, istriku nelpon, anakku yg cowok mau bicara, kata Istriku. "Yah..besok jemputnya ke Jakarta ya, jangan cuma di stasiun Bogor!!" anaku terdengar riang mengungkapkan harapannya agar saya menjemput did, nenek, ibu dan adiknya di Gambir. Ya, memang sekarang anak-istriku lagi liburan di Surabaya, di rumah neneknya (ibu Istriku). "Ya Insya Allah mas, kalo ayah tidak ada acara ya..." Tapi dalam hati saya sih sudah berjanji, akan saya jemput mereka, biar mereka senang".
Ini saya sedang bercerita tentang abtraksi kebehagiaan keluarga, Allah memang mewajibkan manusia beriman untuk membangun sebuah keluarga, dengan perkawinan (laki-laki-perempuan), salahsatunya adalah untuk membangun kekuatan beribadah kepadanya, kekuatan ibadah akan bisa terwujud jika tercipta 'ketenangan'. Jadi abstraksi kebahagiaan disini adalah 'ketenangan', sebagai sebuah proses yang dilewati sebelum mencapai kebahagiaan sejati.
Ketenangan di sini bukan dalam arti tenang tanpa suara, itu sunyi! bukan pula tenang dalam arti tanpa ada orang lain, itu sepi, bukan pula tenang tanpa ada orang lain, itu hampa!!. tenang disini inilah yang mungkin dimaksud Allah sebagai jalan kebahagiaan keluarga untuk saling mendukung, sehingga dalam keluarga itu saling mengasihi, saling mendorong ke arah kebaikan dan saling mengingatkan jalan kemunkaran.
Harus kuakui, sebagai keluarga muda, sungguh kami masih sering dari suasan 'tenang; itu, kami masih sering bertengkar, masih belum padu saling menyeru kepad ama'ruf, hanya spopradis aja, dan masih sering melakukan kemunkaran, apalagi menyeru untuk nahyi munkar. Namun menurut saya, itu akan terwujud bila diantara anggota keluarga, chemistry-nya sudah saling menyatu, bahwa ketenangan ada di dalam hati kesatuan anggota keluarganya, jika salah satu tidak ada menjadi berkurang ketenangan itu. Meskipun tidak selalu dalam arti berkumpul secara fisik.
Ketidakbersamaan kadang bisa juga menjadi suatu 'terapi' untuk meneguhkan sikap rasa ingin bersatu. Seperti ketika saya harus tugas belajar ke luar negeri sampai hampir setahun, justru untuk mendidik masing-masing agar memperkuat masing-masing pihak, suami, istri dan anak-anak untuk tujuan pendidikan kemandirian, dan ketika bersama lagi, maka kualitas akan meningkat. Terlebih untuk orang seperti saya, yang memang harus sering pergi keluar kota untuk tugas, yang ditunggu adalah saat-saat pertemuan kembali itu.

Seperti saat ini, ketika saya harus sendiri di rumah, sementara anak dan istri di luar kota, betapa spirit dan bahasa kami menunjukkan 'insya Allah' mendambakan kesatuan ketenangan itu hadir selalu, jadi saat-saat berkumpul itu, sesuatu yang sangat diharapkan, sebagai proses mencapai bahagia keluarga, proses menenangkan hati dan bathin, menentrampak tepatnya. Meskipun sekali lagi bukan dalam arti harfiah, karena kami sering ribut di rumah karena rebutan bantal untuk tidur, rebutan tempat tidur untuk dekat dengan ayah-ibu-anak. Tapi bukankah rebutan disini menyenangkan, bukan sesuatu yang harus dihindari?
Kembali kepada Allah
Semoga bermanfaat

kategori :

0 komentar:

Posting Komentar