Ramai-ramai menyelamatkan bumi

29.3.09 / oleh AUFA FAMILY / komentar (0)


Dua peristiwa untuk penyelamatan bumi, terjadi pada bulan Maret ini. Pertama adalah, hari hening sedunia (world silent day), tanggal 21 Maret 2009, dengan tema To Reduce Energy Use and Green House Gas. Yang kedua adalah peristiwa hari sabtu tanggal 28 Maret 2009 Earth Hour. Acara-acara ini dilatar belakangi oleh hal yang sama yaitu bahwa dampak dari perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi karbon menunjukkan ancaman besar pada kehidupan manusia di bumi. Hanya dengan mengubah sikap masyarakat dunia secara global dalam penggunaan sumber energi yang menghasilkan emisi karbon, kita dapat mengurangi ancaman ini.

Peristiwa Tanggal 21 maret 2001 yaitu world silent day/hari Hening Sedunia, bertujuan "To Reduce Energy Use and Green House Gas" yaitu untuk membantu bumi untuk sekedar beristirahat dari gempuran emisi zat beracun. Pelaksanaanya berlangsung 4 jam, mulai jam 10 pagi sampai jam 2 siang, dengan mematikan listrik, mematikan kendaraan bermotor, mesin atau kegiatan yang punya potensi membuang gas emisi. Tema hari hening sedunia adalah "BERI SATU HARI UNTUK BUMI BERNAFAS".
Dalam website www.worldsilentday.org, dihimbau untuk mengikuti acara ini dengan empat langkah sederhana:

1. Sabtu 21 Maret 2009
2. Hanya Empat jam: Pukul 10 pagi hingga 2 siang
3. Matikan peralatan listrik, kurangi penggunaan kendaraan bermotor dan aktivitas boros sumberdaya lain, tanam pohon, bina hubungan dengan keluarga, rekan kerja, tetangga
4. Tuliskan pengalaman hening anda ke mysilent@worldsilentday.org.
Kampanye hening empat jam adalah langkah awal menuju HARI HENING DUNIA , yang diinspirasikan dari Bali. Tanggal 21 Maret adalah ekuinoks utara dan hari Kehutanan Dunia, dirangkai dengan 22 Maret yang merupakan Hari Air. Semuanya adalah simbol kehidupan. Selain hari itu, kita sebenarnya juga bisa memilih hari, jam dan cara hening yang lain. Yang penting adalah berpartisipasi dalam upaya menyelamatkan bumi.

Peristiwa kedua, 28 maret 2009, sebenarnya tidak berbeda jauh, yaitu bagian kampanye "save the earth" dengan cara 'hanya' mematikan lampu antara jam 20.30-21.30 waktu setempat, hanya 1 jam, lebih simple dari kegiatan yang pertama.
Earth Hour merupakan kampanye perubahan iklim global WWF. Acara ini mengajak individu, pelaku bisnis, pemerintah agar mematikan lampu selama 1 jam dalam rangka menunjukkan dukungan terhadap penanggulangan perubahan iklim. Untuk Earth Hour tahun ini sih katanya menargetkan dapat diikuti 1 milyar orang di 1000 kota. Tercapaikah?

Earth Hour merupakan sebuah seruan global dari berbagai pihak baik individu, pelaku bisnis, politisi maupun pemerintah di seluruh dunia bahwa upaya untuk menekan laju perubahan iklim merupakan tanggung jawab bersama. Tujuan dari Earth Hour 2009 adalah menjangkau sebanyak mungkin individu, rumah tangga dan pelaku bisnis untuk mematikan lampu mereka serta peralatan elektronik selama 1 jam.

Dari blognya go green indonesia, diperoleh informasi bahwa Earth Hour bertujuan untuk mendidik masyarakat dunia tentang ancaman perubahan iklim dan begitu mudahnya bagi individu dan pelaku bisnis untuk melakukan perubahan kecil yang dapat menciptakan perubahan besar dalam keseharian mereka dan operasi perusahaan. Earth Hour 2009, diharapkan dapat memberikan mandat kepada pemimpin dunia yang akan menghadiri Konferensi Perubahan Iklim PBB di Kopenhagen, Desember 2009 untuk melakukan reformasi lingkungan, yakni dengan menghasilkan kesepakatan baru tentang perubahan iklim menggantikan Protokol Kyoto.

Kalo kita telisik asal mulanya, Kampanye Earth Hour ini dimulai di Sydney pada 31 Maret 2007 dimana lebih dari 2 juta orang dan 2000 pelaku bisnis di seluruh kota mematikan lampu dan peralatan elektronik mereka selama 1 jam. Sejak dimulainya kampanye ini, pesan Earth Hour telah mendunia.

Pada tahun 2008, 50 juta orang di 35 negara mematikan lampu mereka sebagai dukungan terhadap Earth Hour yang menyampaikan pesan ke seluruh dunia bahwa aksi individu yang dilakukan secara bersama sesungguhnya dapat mengubah dunia.

Namun, apakah semua itu berjalan efektif...dari pengamatan saya, efektif untuk kalangan tertentu, tapi kurang di massifkan sehingga tidak terlalu mengena. Kampanye ini lebih banyak dilewatkan di media-media yang hanya bisa dijangkau kalangan terbatas (baca : terpelajar) seperti internet dan koran. Sedangkan untuk kalangan awam, kurang tersosialisasi, terbukti, ketika hari H berlangsung, saya coba mengamati perilaku orang-orang, hampir tidak terlihat. saat pelaksanaan World silent day, di jalan,, volume kendaraan tidak berkurang, pabrik tetap jalan. Saat Di kompleks saya tinggal, bisa dibilang hanya keluarga kami yang melakukan, bahkan di benak tetangga kami, kami dianggap aneh karena "gelap-gelapan".

kategori :

Seminggu bersama masyarakat Pulau Seribu

20.3.09 / oleh AUFA FAMILY / komentar (0)


Selama seminggu penuh, 12-19 maret lalu, saya tugas lapang lagi di pulau seribu, tepatnya di pulau-pulau di bagian tengah utara: pulau pramuka, panggang, kelapa, kelapa dua dan harapan. Ini adalah nama-nama pulau berpenghuni (ada penduduk), kalao pulau yang tidak ada penduduk tentu lebih banyak lagi (namanya juga pulau seribu..he..he, tapi jumlahnya sih sebenarnya gak sampai seribu, cuma 114 pulau, dan hanya 11 yang berpenduduk).
Sebenarnya ini bukan kunjunganku yang pertama ke daerah ini, kunjunganku pertama kesana sendiri adalah tahun 2000-an, dan sejak itu pulau seribu menjadi kunjungan rutin, termasuk untuk liburan keluargaku, jadi bisa dikatakan sudah sangat 'biasa' dan familier dengan segala sesuatu disana, mulai penduduk, lingkungan, tokoh2 masyarakatnya sampai isu dan celotehan logat orang pulau yang khas. Ini terjadi karena hampir setiap bulan pasti ada kunjungan ke sana. Orang pulo (sebutan singkat untuk menyebut penduduk pulau seribu), bahkan sudah seperti menganggap saya warga mereka, saking seringnya saya datang kesana. Kunjunganku kemarin adalah termasuk yang cukup lama durasinya, biasanya paling lama 5 hari pulang.
Tapi saya tidak cerita tentang perjalanannya, saya ingin berbagi soal kegiatanku.
Tempat saya kerja, IPB, memiliki program riset dan sekaligus implementasi untuk pemulihan ekosistem dan lingkungan di kepulauan seribu. Program ini dijalankan karena, sebagai wilayah ibukota (DKI Jakarta, dan memiliki Taman Nasional Laut) kepulauan seribu mengalami degradasi lingkungan dan tekanan yang sangat cepat sehingga perlu tindakan penyelamatan. Meski untuk itu butuh upaya, dan biaya yang ekstra besar serta kerjasama penanganan yang terintegrasi, sementara kami hanya 'kecil' saja, sehingga kami sadar program kami tidak bisa menyelesaikan 'semua'. Tetapi paling tidak upaya kami turut mendorong inisiasi agar orang lain ikut, termasuk pemerintah dan masyarakat lokal.
Scope of worknya meliputi berbagai kegiatan yang arahnya dapat memperbaiki kualitas lingkungan pulau dan ekosistem lautnya, termasuk upaya penyadaran masyarakatnya melalui penyuluhan dan pelatihan. Saya ditugasi untuk dua hal : pertama, pendidikan lingkungan untuk masyarakat dan kedua, upaya pengelolaan sampah dan sanitasi pulau (berpenduduk).
Meski kepualauan seribu adalah bagian dari ibukota (DKI Jakarta), tetapi orang (jakarta) selalu menganggap sebelah mata orang pulo, bukan saja dari soal jauh jangkauan, tetapi yang paling penting adalah dari soal sosial ekonomi (pendapatan, pendidikan dan gaya hidup). Tapi kini, sungguh sudah berubah. Dari pengalaman berinterakasi dengan masyarakat pulo ini, saya merasakan bahwa secara umum, antara orang pulo dan orang jakarta (daratan) sungguh semakin tipis perbedaannya dalam hal pengetahuan dan gaya hidup, apalagi dengan semakin mudahnya media informasi. Tetapi dalam hal sikap mental, sungguh saya masih prihatin, dimana sikap tergantung kepada orang luar begitu tinggi termasuk soal pemerintah(pemerintah disini aparat pemerintahnya sebagian besar adlah orang-orang Jakarta yang ditugaskan provinsi). Hal ini menurut saya bermula dari sikap pemerintah (DKI Jakarta dulu?) yang pendekatan pembangunannya dilaksanakan dengan model project dan charity, sehingga hitunganya berapa juta rupiah nilai project per jiwa(pola karitatif), sehingga di benak masyarakat tertanam dan terbiasa, jika mendengar kata 'bantuan' atau 'proyek' dari manapun maka di benak masyarakat adalah bagi-bagi uang untuk dihabiskan, dan ini terasakan sampai lama, bahkan sampai sekarang, meski pemerintah sudah mulai merobah pola pendekatannya dari pola karitatif menjadi pola pemberdayaan seperti kredit lunak dan cash carry. Untuk menghilangkan pola sikap seperti itu, susahnya bukan main.
Para ahli IPB menyebutnya, sebagai fenomena MASYARAKAT YANG SAKIT. SAKIT karena kebebasan dan kreatifitas sebagai manusia terbenam dan terninabobokan dengan obat tidur, berupa bantuan dan proyek. SAKIT karena ada symptoms negatif otomatis yang muncul ketika mendengar kata bantuan,langsung menagih dan minta bagian. SAKIT karena di dalam diri masyarakat sudah hilang sebuah effort hidup, hilang kebebasan memilih untuk dirinya. Dengan sakitnya masyarakat, maka hampir semua program pemberdayaan dari pemerintah, tidak berkelanjutan, mandek pada 1 putaran, hilang tanpa bekas atau disalahgunakan untuk kepentingan konsumtif.
Pun yang kami rasakan ketika menjalankan program ini pertama kali. tapi dengan sentuhan penyadaran, pendampingan dan intensitas kehadiran secara fisik ditengah-tengah mereka, ditambah dengan proses seleksi alam, yaitu memilah antara pelaku (orang yang punya kemauan dan pekerja keras) dengan pemain (hanya rent seeker), meski prosesnya tidak bisa cepat, tapi kami memang menanam investasi, berupa tumbuh dan bersemainya pelaku-pelaku yang menjadi cikal bakal para pengusaha-pengusaha dan penggerak produktifitas masyarakat. Sekarang masyarakat sudah mulai berubah, meski masih sebagian kecil. Para pembudidaya ikan, sekarang dengan semangat mulai membangun keramba-keramba ikan, dengan BIAYA SENDIRI. Membeli bibit ikan bukan lagi bibit bantuan, tapi MEMBELI, cash and carry. Kegiatan pariwisata juga tengah menggeliat, bukan oleh pengusaha, tapi justri wisata murah meriah oleh masyarakat, juga dengan MODAL SENDIRI.
Memang lambat, proses evolusi memang lambat tapi pasti. Saya yakin, keindahan pulau-pulau, hamparan karang, cekungan2 goba, dan relung-relung tubir ke depan akan mampu menjadi semakin ramai oleh kegiatan ekonomi masyarakat; budidaya ikan, rumput laut, pariwisata bahari dll. TAPI INGAT...alam memiliki logika keterbatasan juga, yaitu daya dukung, suatu kemampuan alam untuk menyerap anasir dari luar dan mengkondisikan hasil serapan itu agar tidak menggangu proses alamiah dirinya. Jadi...jangan coba-coba mengingkari logika ini dan harus tahu kapan dan berapa besar daya dukung itu, milikilah kearifan untuk membatasi diri. Semoga Kepulauan seribu bisa menjadi "ladang dan taman kehidupan" yang sebenar-benarnya bagi masyaraktnya.
Wallahu 'alam

kategori :
17.3.09 / oleh AUFA FAMILY / komentar (0)

Free Myspace Profile Layouts

Kenapa mesti selebrasi untuk ultah?

13.3.09 / oleh AUFA FAMILY / komentar (0)

Tanggal 8.3 minggu lalu adalah hari ultah anak petama kami, Addin yang ke-6, sudah melewati masa bayi ya...rasanya baru kemarin saya menggendongnya waktu acara potong rambut aqiqah syukuran pemberian namanya. Soal ultah anak, sejak awal kami memiliki konsep ultah untuk anak yang agak ketat dan berbeda dengan umumnya yang diadakan selebrasi setiap ultah. Kami sudah memberi pengertian, kepada kedua anak kami, bahwa perayaan (selebrasi) dalam arti mengundang pihak lain untuk menyaksikan acara tiup lilin dan pemotongan kue ultah hanya dilaksanakan sekali, terserah kapan, dan kebetulan dua-duanya sudah habis jatahnya, karena (kebetulan juga) dilaksanakan sama-sama saat usiannya 4 tahun.
Dan sekarang karena sudah jatahnya habis, yang ada bukan selebrasi, tapi justru renungan dan pesan-pesan 'perjuangan' untuk si anak. Tapi soal ini, kami punya catatan khusus. Mungkin karena sudah sejak awal ditekankan tentang ultah yang seperti di atas, saat kami 'mengetes' menawari anak kami untuk merayakan, dengan sigap dia menolak "Gak usah lah", "terus maunya gimana?" kami bertanya...seperti biasa aja "tiup lilin aja, lalu berdoa". Dalam hati aku dan istri bersykur, tapi mata kami harus berkaca-kaca, haru mendengarnya,
Ya..nilai ini kami tanamkan, dengan beberapa alasan : pertama, agar hakikat ultah menjadi tertanam dalam diri anak, yaitu bukan menjadi ajang selebrasi berlebihan atau bahkan hura-hura, tetapi berkurangnya umur dan bertambahnya usia, sehingga selain rasa syukur diberi umur sampai saat ini, juga ada konsekwensi dengan bertambahnya usia, misalnya umur 4, harus mulai mengaji, umur 5 mulai menghafal doa dan bacaan sholat serta sudah ikut ayahnya sholat, umur 6 sudah mulai bisa sholat mandiri, jika waktu sholat sudahmasuk. Kedua, karena kami tidak memiliki dana lebih untuk sebuah perayaan besar, kami hanya membuat syukuran kecil dengan membagi makanan dan jajanan kepada tetangga, dan si anak yang ultah diajari mengantarnya untuk melatih kepekaan sharing, sambil memohon didoakan.
Mungkin bagi orang lain saat ini (apalagi yang mampu) akan berkata..."kasihan ya anaknya pak...(ya sayalah...siapa lahi..hi..hi)" kok ultah tidak dirayakan, biarin......! toh anakku tidak protes...
Justru aku yang bertanya....apa sih arti perayaan ultah buat anak, yang saya lihat justru itu menjadi ajang unjuk gigi si orang tua kepada kolega dan orang tua lain. Bagi kami selebrasi bermakna prestatif, sedangkan ultah adalah urutan hidup yang sangat "ordinary", setiap orang juga pasti akan mendapatkanya, tanpa perlu bersusah payah.
Tapi saya yakin...anak saya tidak menyesal atas ajaran orang tuanya nanti...semoga cara ultah kami menjadi hikmah dan marwah anak-anaku. Amin

kategori :

Premanisme di jalan

7.3.09 / oleh AUFA FAMILY / komentar (0)

Kepolisian Republik Indonesia, meluncurkan program anti premanisme, dan setiap polda, polwil, polres/ta menggalakkan kegiatan serupa. Berita suksespun beredar, sekian ribu preman ditangkap. Asumsinya para preman di jalanan dan tempat lain hilang dan keamanan dan kenyamanan wargapun tercipta. Tapi berita kejahatan dan ketidaknyamanan di jalan tetap setiap hari tersiar pula di TV, koran dan internet. Apanya yang keliru? apakah premannya begitu banyak sehingga tidak semua preman terjaring, atau dilepaskan kembali sehingga kembali beraksi atau apa? Saya meyakini, jika kriteria PREMAN itu pas, pasti kejahatan premanisme akan hilang. Polisi menggunakan definisi dan kriteria preman seperti apa? apakah segala bentuk kegiatan yang tidak berijin dan menyebabkan kenyamanan orang lain terganggu masuk wilayah premanisme? ataukah hanya tukang pukul, parkir gelap, angkut barang dipasar saja yang disebut preman? Setelah berlangsung sekian lama, kenapa kok tidak ada indikasi bahwa kejahatan menurun, atau ini hanya 'proyek' polisi saja? 

Menurut saya ada kelemahan dalam menentukan kriteria. Murngkin 'pak polisi' hanya berpatokan pada asumsi awam, bahwa yang disebut preman itu preman pasar, tukang pukul, parkir liar, yang duduk2 di terminal, stasiun dsb,dan ini terbukti lingkup operasinya biasanya pasar dan terminal. Saya pribadi menemukan beberapa fenomena yang juga adalah tindakan premanisme :

- Segala jenis percaloan. Calo adalah pekerjaan paling malas, karena hanya menjadi perantara tetapi mendapat bagian ekonomi dari suatu transaksi, dan tindakan paling jahat dari calo ini adalah calo proyek di pemerintahan dan legislatif. Calo tiket, calo karcis konser, dan calo2 lainnya. Tapi operasi mereka sering diam2 kan? jadi butuh kerja intelejen untuk pak polisi.

- Apakah calo angkot  juga termasuk? Ini premanisme yang nyata di depan mata. Kerugian dari praktek ini jelas, karena rata2 para calo menarik uang satu kali ongkos penumpang kepada sopir angkot? berapa inefisiensi yang terjadi pada sektor angkutan dengan adanya calo ini? sangat besar dan korbanya adalah sopir2 yang harus kehilangan kesempatan pendapatan cukup, karena harus diberikan kepada calo angkota tadi, kadang malah harus berkorban karena harus nomboki setoran yang kurang. Padahal 'jasa' calo tadi buat para penumpang dan supir hampir tidak ada sama sekali, karena rata2 di angkot sudah tertulis dengan jelas jalur dan jurusan yang dilewati angkot itu.

- Orang-orang di jalan yang seolah-olah mengatur lalu lintas atau memperbaiki jalan yang rusak, padahal sebenarnya malah semakin merusakkan jalan karena menguruk dengan tanah sehingga malah bisa bikin celaka pemakai jalan. Atas 'jasa'nya ini lalu menyodorkan kotak agar pengendara memberi uang....kerugian dari tindakan ini adalah : inefisiensi ekonomi, kerugian (semakin) cepatnya kerusakan, kerugian bukanya makin lancar malah semakin tersendat karena dngatuiikuti tindakan melambankan laju kendaraan agar bisa menyodorkan kotak uang.

- Yang terakhir ini, mohon maaf.....tujuanya mulia, tapi caranya sungguh membuat orang malas dan sekaligus menggangu kepentingan orang banyak, yaitu yang kita lihat sebagai peminta sumbangan untuk pembangunan masjid. Indikasi jelas menunjukkan cara ini tidak pas : pertama, petugas yang menjadi tukang sodor ke mobil akan mendapat bagian (persen) dari uang yang dikumpukan, sehingga motifnya bukan ibadah, tetapi ekonomi. Kedua, untuk keperluan ini harus mendirikan penghalang, entah polisi tidur, petugas atau drum2 ditengah jalan, sehingga mengurangi kelancaran jalan. Ketiga,  hampir semua kegiatan seperti itu, ada pengeras suara yang juga sering menganggu suaranya, kadang malah disertai lagu2 yang cukup keras.

Apakah tindakan seperti di atas masuk kriteria yang disusun pak polisi untuk menentukan siapakah yang masuk kategori preman? semuanya kembali kepada para nurani pak polisi. Wallahu a'lam bishawab

kategori :