Selamat Hari Raya Ied Mubarak

27.9.08 / oleh AUFA FAMILY / komentar (0)


Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Kami sekeluarga lebaran tahun ini akan merayakan hari bahagia tersebut di Bogor, sehingga silaturahmi dengan keluarga tidak bisa dijalankan secara langsung, tidak bisa sungkem kepada orang tua dan mbahnya anak-anak, sebagaimana tradisi biasanya, karena itu kepada Ayah-Ibu di Cilacap, di Surabaya, pakde-bude,pak lik-bulik, OmTante, Mas-Mba, Adik-adik; kami memohon dengan penuh takzim mohon dimaafkan segala salah dan khilaf.
Di hari bagahagia ini pula kami mengucapkan selamat iedul fitri, semoga kebahagiaan menyertai hari indah ini. Ja'alnallah waiyyakum Minal 'Aidin wal faidzin.

kategori :

Fenomena Laskar Pelangi

27.9.08 / oleh AUFA FAMILY / komentar (0)

Alhamdulillah, hari Kamis lalu (25.9.2008), saya, istri dan kedua anakku nonton film yang kami tunggu-tunggu: LASKAR PELANGI. Kami juga berhasil membujuk teman-teman anakku disekolah untuk ikut nonton, bukan sekedar hiburannya, tapi menurut saya, inilah salah satu cara memasukan nilai dengan mudah tapi menyenangkan kepada anak-anak.Meski ada novelnya, tapi anak-anak dibawah 6 tahun, kan belum bisa membaca novel dengan sempurna, meski udah bisa baca. Thus, film-lah caranya.

Isi dan jalan cerita sudah diketahui dari novel dengan judul sama, yang ditulis ANDREA HIRATA,yang sekaligus juga pelaku sejarah sang IKAL, tokoh dalam film itu, tetapi yang berbeda, cara penyajiannya sungguh luar biasa, inilah film yang menurut saya : tdk merusak jalan cerita novel asli, tidak (minim) kontroversial, indah, tidak mengada-ada dan tidak ada serba kebetulan. Ini tentu berbeda dengan film-film sebelumnya yang sama-sama berangkat dari novel, terus dilayar lebarkan seperti Ayat Ayat Cinta, yang membuat pembaca novelnya agak kecewa. Penulis skenarionya dengan jeli bisa memahami dunia anak-anak dan guru-guru kecil dengan sangat teliti.
Dalam kasus ini, Riri Reza dan Mira lesamana, sutradara dan produser film ini mampu dengan apik menampilkan jalinan cerita yang sangat bagus. Meskipun untuk anak-anak, (mungkin) film ini kurang mudah dipahami, karena pembahasaannya banyak dengan kiasan dan tidak langsung--khas bahasa melayu--. Tapi untuk semuanya, bintang lima layak disandangkan kepada film ini.
Dari sisi pemain juga luar biasa, meski para pemain utama adalah anak-anak lokal (baca : belitong), tapi penjiwaan terhadap karakter begitu pas, kecuali SI ONENG, yang menjadi Ibu Ikan, yang 'tidak kena', entah apa sebabnya...
Totalitas Cut Mini, Ikranagara, sepuluh anak laskar pelangi juga luar biasa.
Salah seorang pemain film, Ikranagara (pemeran Pak Guru Arfan) itu menulis di salahsatu milis :
"... mutu artistik film ini ini pantas untuk dijagokan di berbagai festival film di mancanegara untuk mengharumkan nama bangsa kita yang "masih banyak menanggung beban persoalan berat" sekarang ini.
Jadi, dalam bahasa penelaah seni, film ini dipujikan sebagai karya seni "engage" yang berhasil mencapai mutu artistik tinggi. Dan aku sependapat dalam hal ini.
Juga, apa yang aku harapkan tampil, yakni momen-momen dramatik itu, tampil dengan keseriusan yang memukau, bahkan berhasil menyentuh; perasaanku (touching), selain juga keriangan hidup masa kanak-kanak berdampingan dengan kepahitan hidup akibat beban ekonomi justeru di sebuah pulu yang tergolong kaya raya sumber alamnya!
Ada adegan yang aku cemaskan sebelum menyaksikan film ini, yaitu adegan percintaan antara Ikal dan A Ling. Aku khawatir kalau adegan itu ditampilkan secara klise atau bahkan vulger, tapi Alhamdulillah bagian ini ditampilkan dengan puitis sekali, sehingga membangkitkan nostalgia indah masa remaja kita saat pertama tersentuhrasa cinta
yang erlotis itu. Puisi indah ini pun diwarnai dengan keriangan dan kelucuan masa remaja yang sungguh bernuansa naivitas tapi sekaligus murni itu... amboi!
Adegan cerdas tangkas pun digarap menuju klimaxnya yang menyentuh perasaan kita! Ya, aku sudah membaca skenarionya, juga bukunya, maka aku menyangka adegan ini tidak adan membuat aku terlibat, bukan? Tapi nyatanya Sutradara, kameraman dan editornya luar biasa: mereka mampu menjebakku untuk ikut dan larut ke dalam peristiwa yang digiring ke arah klimax kemenangan Lintang atas Juri!
Memang, seni pada dasarnya bukanlah hanya masalah "what" dan "who" tapi yang terpenting adalah "how"-nya: bagaimana sutradara, editor, kameraman menyajikan peristiwa itu! Kesuksesan segmen percintaan
Ikal dan A ling juga sama halnya, yakni kesuksesan "how" ini.
Itulah sebabnya aku menyatakan puas setelah menyaksikan film ini
untuk pertama kalinya. Termasuk adegan-adegan yang aku ambil bagian
di dalamnya -- Alhamdulillah!
(Ikranagara).
Bagi saya, kalo kita simak, di film ini dialog-dialognya juga sarat pesan da'wah namun sama sekali tanpa ada kesan menggurui. Lihatlah dialog antara Ikranegara yang berperan sebagai Pak Arfan, sang kepala sekolah, dengan Slamet Raharjo, yang berperan sebagai Pak Zulkarnain, sangat kentara pesan yang disampaikan: Kecerdasan tidak dilihat dari angka angka tapi dari hati, sekolah ini mengajarkan hiduplah dengan memberi sebanyak banyaknya bukan dengan meminta sebanyak banyaknya.

Begitu banyak kelebihan, tapi ada juga 'sedikit' kekurangan,apapun film ini adalah sebuah tamparan kecil buat pemerintah, para penyelenggara sekolah, yang menyelenggarakan pendidikan dengan menempatkan materi sebagai landasan utama. Kondisi SD Muhammadiyah Gantong adalah hanya salah satu contoh, tidak perlu jauh ke Belitong, di pelosok Jawa Barat atau Jawa Tengah saja masih banyak kondisi sekolah yang sedemikian. Mudah-mudahan film ini menjadi awal dari gerak pemerintah yang telah memutuskan untuk meralisasikan alokasi anggaran pendidikan 20 %. Sehingga anak-anak jenius didikan alam seperti Lintang, tidak akan bernasib seperti Lintang. Amin ya rabbil 'alamin. Wallahu a'lam bishawab.

kategori :

Selamat Ulang Tahun...Non: 4 tahun

17.9.08 / oleh AUFA FAMILY / komentar (0)


Sebelum waktu ritual sahur selesai malam tadi, saya dan istri membangunkan anakku yang nomor dua, Najma, yang biasa disapa dengan sebutan singkat "non". Kami bukan membangunkan dia untuk ikut sahur, karena memang dia bi elum begitu semangat untuk berpuasa, berbeda dengan Masnya Addin, yang sudah selalu ikut ritual sahur. Kami bangunkan karena hari ini, dini hari tadi tepatnya, 17 September, tepat 4 tahun umur dia. Di keluarga kami tidak dibiasakan pesta ultah, hanya sekali mengadakan pesta ultah untuk Addin, itupun dengan janji hanya sekali. Sedang non malah belum pernah dirayakan (pesta), ya harusnya tahun ini, seperti Addin dulu juga pas 4 tahun. Ya..akhirnya  dirayakan bersama teman2 sekolahnya.
Pikiran saya jadi mengembara ke 4 tahun lalu, dimana kami masih tinggal di rumah kontrakan di bagian bawah komplekku sekarang. Untuk anakku yang kedua ini memang waktu itu tidak punya ekspektasi apapun, baik jenis kelamin atau pengharapan lainya, kami berdua hanya tawakkal kepada Allah, atas buah hati yang kedua ini. Mungkin juga karena anak kedua, yang berbeda dengan ketika menghadai kehamilan, kelahiran dan perkembangan anak pertama, sungguh semuanya surprised.

Alhamdulillah Non juga tumbuh menjadi anak yang lebih kuat dibanding masnya, termasuk daya tahan tubuhnya, juga lebih riang, meski rewelnya juga lebih dibanding masnya. Saya tidak bermaksud membandingkan keduanya, tapi alhamdulillah saya diberi dua anak dengan dua karakter yang sama-sama menyenangkan.
Ya...sebagai orang tua, yang harus kami tangani dari dua anak kami adalah perbedaan karakter si Mas dengan si Non ini, dimana masnya tipe yang serius dan pendiam tapi cermat, sedangkan karakter non periang, meledak-ledak, tapi cepat bisa kembali tenang. Tentu ini seni yang sangat meyenangkan sebagai orang tua.

Kami hanya bisa berusaha dan berdoa smoga keduanya menemukan cara masing-masing untuk berkembang menemukan jalan pembentukan pribadinya menjadi Muslim-muslimah yang tahu dan pandai mengisi hidup, sehingga dapat eksis di dunia dan selamat di akhirat, selebihnya kami ber-tawakal-kepadaMu ya Rabb...
Untuk Non, met ulang tahun yang ke-4 ya, semoga non makin pintar, makin santun dan bisa berbagi dengan masnya dan orang lain...ayah dan ibu mencintaimu selalu
Wallahu a'lam bishawab..

kategori :

Nikmatnya Puasa di Manado

15.9.08 / oleh AUFA FAMILY / komentar (0)



Seminggu setelah ramadhan, kebetulan saya ditugaskan kantor untuk ke Manado, sebuah kota di ujung utara Indonesia. Sebetulnya ini kunjungan kedua saya di kota ini, dan kebetulan saya selalu datang di bulan ramadhan.
Saya mau cerita, bukan karena godaan-godaan kota Manado di bulan puasa ini seperti (maaf) gadis-gadis Kawanuan-nya yang memang sudah terkenal itu, tetapi justru betapa di kota yang mayoritas adalah pemeluk Kristen ini, betapa menjadi muslim di sini, begitu mudah dan berharga. Bayangkan, begitu turun dari pesawat, ketika pertama ngobrol dengan sopir mobil carteran menuju hotel, sopirnya bertanya, apakah Bapak Puasa?, sambil minta maaf, begitu dia tahu saya puasa, dia dengan antusias cerita bahwa hotel-hotel selalu menyediakan menu sahur untuk tamunya, sebagai pengganti breakfast-nya. Diapun bercerita tentang masjid-masjid di Manado, kalo ingin tarawih. Suasana kotanya juga sangat ramah dengan bulan yang hanya menjadi milik minoritas penduduknya, dimana ucapan "marhaban Ramadhan dan selamat menjalankan ibadah puasa, ada dimana-mana, dan hampir setiap kantor, partai politik, tokoh politik, sampai caleg, membuat spanduk ucapan ini, sehingga secara psikologis, saya merasa diterima sebagai muslim yang sedang menjalani ibadah puasa...subahannallah.

Ketika memasuki hotel di sebuah kawasan Boulevard, yang berdiri di pinggir pantai menghadap laut sulawesi dan Taman Nasional Laut Bunaken, di kejauhan nampak terlihat betapa gagahnya Gunung dan Pulau Manado Tua, yang konon pertama orang Manado berasal, suasana ramadhan juga langsung nampak, dimana ada brosur dan pamflet, juga menawarkan paket ramadhan, sahur, buka dan spesial kamar harga diskon, menyambut ramadhan ini. Inilah ramadhan saya yang meski di negeri minoritas muslim, tapi muslim berada di tempat terhormat. Memang toleransi agama di Manado, bisa menjadi contoh bagi daerah lain. Dari sopir yang mengantarkan saya, juga saya dengar cerita bahwa jika ummat muslim merayakan hari raya, di masjid, maka warga kristen juga ikut merayakan dengan mengunjungi keluarga muslim dan membantu menyiapkan perayaan, termasuk yang menjaga parkir dan keamanan, demikian sebaliknya jika ada perayaan natal danpaskah pemuda muslim ikut merayakand an membantu.

Saya rasa, inilah kunci, kenapa, ketika di daerah-daerah lain yang muslim menjadi minoritas, sering terjadi konflik agama, di sini hampir tidak pernah terjadi (konflik itu). Ketika Gorontalo memisahkan diri menjadi provinsi, alasan agama menjadi alasan terakhir, selain karena pembagian kue pembangunan dan rentang kendali pembangunan yang jauh.
Saya rasa..ini adalah pengalaman bathin yang sangat berharga buat dari manado, selain bubur manadonya yang dikenal dengan nama Tinutuan, yang memang sangat enak.

kategori :